10 fakta asas tentang Perjanjian Baru yang perlu diketahui oleh setiap Kristian: #6: "Pada penghujung abad kedua, Fragmen Muratorian telah menyenaraikan 22 buah daripada 27 buah kitab Perjanjian Baru"
Post ini adalah terjemahan dari siri post ini.
Oleh Michael J. Kruger
Siri ini dibuat untuk memperkenalkan kepada orang-orang Kristian umum tentang fakta asas bagaimana kanon Perjanjian Baru terbentuk. Salah satu data penting dalam mana-mana perbincangan tentang kanon adalah apa yang dipanggil sebagai fragmen Muratorian (juga dikenali sebagai kanon Muratorian). Fragmen ini, yang mendapat namanya melalui individu yang menemuinya, Ludovico Antonio Muratori, mengandungi senarai kitab-kitab Perjanjian Baru yang terawal. Walaupun fragmen itu sendiri berasal dari sekitar abad ke-7 atau ke-8, senarai yang terdapat di dalamnya pada asalnya ditulis dalam bahasa Greek dan berasal dari penghujung abad kedua (sekitar tahun 180 masihi).
Ada yang mengatakan bahawa senarai ini sepatutnya dianggarkan berasal dari abad keempat (contohnya, oleh Sundberg dan Hahneman), tetapi persetujuan para sarjana hari ini meletakkan asal senarai ini pada abad kedua. Joseph Verheyden menyimpulkan pertikaian moden ini seperti berikut, "Tidak ada satu pun hujah yang diberikan oleh Sundberg dan Hahneman menyokong asal senarai ini dari abad keempat, asal dari bahagian Timur Fragmen ini lebih meyakinkan." [1]
Apa yang ditekankan di dalam hal ini adalah fragmen Muratorian mengesahkan 22 buah dari 27 buah kitab di dalam Perjanjian Baru. Ini termasuk keempat-empat kitab Injil, kitab Kisah Para Rasul, kesemua 13 buah surat tulisan Paulus, kitab Yudas, 1 Yohanes, 2 Yohanes (dan kemungkinan juga 3 Yohanes), dan kitab Wahyu. Ini bererti pada suatu waktu yang sangat awal (penghujung abad kedua), dasar utama kanon Perjanjian Baru telah pun wujud pada tempatnya.
Sudah tentu, perlu diketahui bahawa kanon Muratorian ini juga kelihatan seperti menerima kitab Wahyu Petrus (Apocalypse of Peter). Namun, penulis fragmen ini juga segera menyatakan bahawa ada yang ragu-ragu terhadap kitab tersebut. Keraguan ini akhirnya menjadi nyata, dan kitab Wahyu Petrus tidak diterima oleh gereja secara keseluruhannya, dan tidak dimasukkan ke dalam senarai kanon yang terakhir.
Hakikat bahawa wujud percanggahan persetujuan pada tempoh waktu ini tentang beberapa kitab "sampingan" tidak sepatutnya mengejutkan kita. Suatu tempoh waktu diperlukan untuk isu kanon ini selesai. Namun, percanggahan pendapat ini tidak sepatutnya menghalang kita dari memperhatikan kesatuan yang lebih luas dan besar yang dipersetujui bersama oleh orang-orang Kristian awal berkenaan dengan "teras" kitab-kitab Perjanjian Baru.
Jika wujud teras kanon sejak awal lagi, maka ada dua implikasi penting yang boleh kita simpulkan dari hal ini. Pertama, ini bererti kebanyakkan dari debat dan pertikaian tentang kitab-kitab kanonikal pada awal permulaan Kristianiti yang melibatkan bilangan kecil kitab. Kitab-kitab seperti 3 Yohanes, Yakobus, 2 Petrus dan lain-lain. Kristianiti awal bukanlah sebuah perpustakaan terbuka di mana penulisan-penulisannya dapat dibaca oleh semua orang, di mana tidak ada persetujuan tentang hampir semua perkara. Namun, wujud persetujuan bersama tentang terasnya dan tidak ada sesiapa pun yang mempertikaikannya.
Kedua, jika terdapat teras kepada himpunan kitab-kitab Perjanjian Baru, maka pemahaman teologikal Kristianiti awal telah pun ditetapkan sebelum pertikaian tentang kitab-kitab sampingan tersebut diselesaikan. Maka, walau apa pun keputusan akhir yang timbul terhadap pertikaian tentang kitab-kitab seperti 2 Petrus atau Yakobus, doktrin teras Kristianiti tentang peribadi Kristus, pekerjaan Kristus, jalan keselamatan, dan lain-lain, telah pun wujud pada tempatnya. Penerimaan atau penolakkan kitab-kitab seperti 2 Petrus tidak akan mengubah hal tersebut.
Maka, fragmen Muratorian mengingatkan kepada dua fakta penting. Pertama, memang wujud pertikaian di kalangan orang Kristian tentang kitab-kitab tertentu dari semasa ke semasa. Hal tersebut tidak dapat dielakkan khsusnya pada peringkat yang masih awal. Namun, senarai ini juga mengingatkan kita fakta kedua (yang juga lebih penting), iaitu wujud persetujuan yang luas tentang teras yang ada sejak awal lagi.
_____________________________
[1] Verheyden, "Canon Muratori", 556.
Ulasan
Al Qur’an mengisahkan kehidupan Nabi Musa AS dengan sangat jelas. Tatkala memaparkan perselisihan dengan Fir’aun dan urusannya dengan Bani Israil, Al Qur’an menyingkap berlimpah keterangan tentang Mesir kuno. Pentingnya banyak babak bersejarah ini hanya baru-baru ini menjadi perhatian para pakar dunia. Ketika seseorang memperhatikan babak-babak bersejarah ini dengan pertimbangan, seketika akan menjadi jelas bahwa Al Qur’an, dan sumber pengetahuan yang dikandungnya, telah diwahyukan oleh Allah Yang Mahatahu dikarenakan Al Qur’an bersesuaian langsung dengan seluruh penemuan besar di bidang ilmu pengetahuan, sejarah dan kepurbakalaan di masa kini.
Satu contoh pengetahuan ini dapat ditemukan dalam paparan Al Qur’an tentang Haman: seorang pelaku yang namanya disebut di dalam Al Qur’an, bersama dengan Fir’aun. Ia disebut di enam tempat berbeda dalam Al Qur’an, di mana Al Qur’an memberitahu kita bahwa ia adalah salah satu dari sekutu terdekat Fir’aun.
Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan terhadap Kitab Suci Islam oleh sejumlah kalangan di luar Muslim terbantahkan tatkala naskah hiroglif dipecahkan, sekitar 200 tahun silam, dan nama “Haman” ditemukan di naskah-naskah kuno itu. Hingga abad ke-18, tulisan dan prasasti Mesir kuno tidak dapat dipahami. Bahasa Mesir kuno tersusun atas lambang-lambang dan bukan kata-kata, yakni berupa hiroglifik. Gambar-gambar ini, yang memaparkan kisah dan membukukan catatan peristiwa-peristiwa penting sebagaimana kegunaan kata di zaman modern, biasanya diukir pada batu dan banyak contoh masih terawetkan berabad-abad. Dengan tersebarnya agama Nasrani dan pengaruh budaya lainnya di abad ke-2 dan ke-3, Mesir meninggalkan kepercayaan kunonya beserta tulisan hiroglif yang berkaitan erat dengan tatanan kepercayaan yang kini telah mati itu. Contoh terakhir penggunaan tulisan hiroglif yang diketahui adalah sebuah prasasti dari tahun 394. Bahasa gambar dan lambang telah terlupakan, menyisakan tak seorang pun yang dapat membaca dan memahaminya. Sudah tentu hal ini menjadikan pengkajian sejarah dan kepurbakalaan nyaris mustahil. Keadaan ini tidak berubah hingga sekitar 2 abad silam.
Melalui penerjemahan hiroglif, sebuah pengetahuan penting tersingkap: nama “Haman” benar-benar disebut dalam prasasti-prasasti Mesir. Nama ini tercantum pada sebuah tugu di Museum Hof di Wina. Tulisan yang sama ini juga menyebutkan hubungan dekat antara Haman dan Fir’aun. 1
Dalam kamus People in the New Kingdom , yang disusun berdasarkan keseluruhan kumpulan prasasti tersebut, Haman disebut sebagai “pemimpin para pekerja batu pahat”. 2
Temuan ini mengungkap kebenaran sangat penting: Berbeda dengan pernyataan keliru para penentang Al Qur’an, Haman adalah seseorang yang hidup di Mesir pada zaman Nabi Musa AS. Ia dekat dengan Fir’aun dan terlibat dalam pekerjaan membuat bangunan, persis sebagaimana dipaparkan dalam Al Qur’an.
Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta”. (QS. Al Qashas, 28:38)
Secara menakjubkan, Al Qur’an menyampaikan kepada kita pengetahuan sejarah yang tak mungkin dimiliki atau diketahui di masa Nabi Muhammad SAW. Hiroglif tidak mampu dipecahkan hingga akhir tahun 1700-an sehingga pengetahuan tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya di masa itu dari sumber-sumber Mesir. Ketika nama “Haman” ditemukan dalam prasasti-prasasti kuno tersebut, ini menjadi bukti lagi bagi kebenaran mutlak Firman Allah.
1. Walter Wreszinski, Aegyptische Inschriften aus dem K.K. Hof Museum in Wien, 1906, J. C. Hinrichs’ sche Buchhandlung
2. Hermann Ranke, Die Ćgyptischen Personennamen, Verzeichnis der Namen, Verlag Von J. J. Augustin in GlĆ¼ckstadt, Band I, 1935, Band II, 1952
AKU DAN BAPA ADALAH SATU=AKU=BAPA/TUHAN?
oleh :archa
10:23 Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di serambi Salomo.
10:24 Maka orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepada-Nya: “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.”
10:25 Yesus menjawab mereka: “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku,
10:26 tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku.
10:27 Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku,
10:28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.
10:29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.
Kata ‘aku dan Bapa adalah satu’ tercatat dalam Alkitab pada Yohanes 10:30, yang merupakan ucapan Yesus dalam kerangka kisah tanya jawab beliau dengan kaum Yahudi di Baik Allah, beranda Salomo.. Kalimat ini merupakan ‘senjata andalan’ umat Kristen untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan. Hampir disetiap diskusi, apabila ditanya :”Mana ayat yang menyatakan Yesus adalah Tuhan”, umat Kristen umumnya menyodorkan Yohanes 10:30 ini, karena memang sampai sekarang tidak ditemukan ayat lain yang jelas Yesus menyatakan dirinya adalah Tuhan. Namun ada gejala umum ketika mengutip ayat ini, pihak Kristen biasanya menyampaikannya secara berdiri sendiri dan tidak menjelaskan kerangka ceritanya, mengapa Yesus bicara demikian, kepada siapa beliau bicara, apa reaksi si pendengar, lalu apa tanggapan Yesus terhadap reaksi si pendengar. Mari kita coba analisa ceritanya :
Kalau dikaitkan dengan dialog sebelumnya, terlihat perkatan ini memang jauh dari kesan Yesus telah menyatakan dirinya adalah Tuhan, pengertian kalimat ini secara berdiri sendiri punya banyak penafsiran, bisa diartikan satu dalam zat atau roh, bisa juga satu dalam tujuan, satu dalam ajaran, bahwa apa yang disampaikan Yesus seperti yang ditanyakan Yahudi pada ayat sebelumnya, merupakan ajaran Bapa, tidak lebih dan tidak kurang, maka Yesus mengatakan ajarannya dan ajaran Bapa sama saja, adalah satu ajaran, yang telah disampaikan kepada kaum Yahudi, namun sebagian Yahudi berusaha membuktikan bahwa ajaran Yesus bukan ajaran Tuhan, sehingga pernyataan bahwa dia sang Mesias yang dimaksud bisa dibantah. Ternyata jawaban Yesus ini disalah-artikan, tergambar dari ayat berikutnya :
10:31 Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus.
Reaksi Yahudi kemudian adalah mereka melempar Yesus dengan batu, apa gerangan yang membuat mereka melakukan hal tersebut ?, yang jelas tindakan melempar batu pada orang lain bukanlah menggambarkan suatu kegembiraan atau manifestasi rasa cinta dan sayang, atau rasa terima kasih karena telah ditunjukkan jalan menuju keselamatan, Yesus juga bertanya :
10:32 Kata Yesus kepada mereka: “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?”
Beliau heran karena sudah banyak melakukan perbuatan dan keajaiban yang sebagian besar untuk menolong kaum Yahudi tersebut, menyembuhkan penyakit, dll, lalu apa sebabnya mereka melempari dia dengan batu..??, Yahudi dalam jawabannya terkesan mengakui bahwa dalam sisi pekerjaan, memang Yesus telah banyak berjasa menolong mereka, namun semua perbuatan baik tersebut tidak bisa membenarkan ucapannya yang lancang itu :
10:33 Jawab orang-orang Yahudi itu: “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.”
10:34 Kata Yesus kepada mereka: “Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah?
10:35 Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah — sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan –,
10:36 masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?
Kalau memang Yesus adalah Tuhan, dan perkataan ‘aku dan Bapa adalah satu’ dimaksudkan beliau untuk menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, seharusnya jawabannya adalah membenarkan sangkaan Yahudi tersebut, akan ada suatu ucapan yang berkonotasi sekalipun kaum Yahudi tidak setuju atau menentang kenyataannya dia memang Tuhan sesuai apa yang diucapkannya. Alih-alih menjawab demikian, Yesus malah membantahnya, sekalipun secara tidak langsung. Kalimat ‘tidakkah tertulis dalam Taurat..? berkonotasi membantah, lalu apa yang ditulis dalam Taurat..? yaitu ‘Aku telah berfirman: kamu adalah allah’, siapa yang dimaksud dengan ‘aku’ disini’..?? apakah Yesus..?? tidak ada firman Yesus dalam Taurat, maka kata ‘Aku’ disini adalah Tuhan, lalu siapa yang dimaksud dengan ‘kamu’..??, kalimat selanjutnya menjelaskan bahwa kata ‘kamu’ itu ditujukan kepada ‘orang yang menerima firman-Nya’. Dalam bantahannya terhadap prasangka Yahudi yang menuduhnya mengklaim dirinya sebagai Tuhan, Yesus mengatakan bahwa dalam Taurat ada kata yang sepadan dengan kata ‘aku dan Bapa adalah satu’, dan itu bukan dimaksudkan untuk menyatakan bahwa si penerima firman adalah Tuhan. Selanjutnya Yesus kembali menantang Yahudi tersebut dengan mengatakan ‘kalau dia berkata dia adalah Anak Allah, apakah masih tetap dituduh Yesus telah menghujat Allah..? padahal Yesus adalah orang yang dikuduskan dan telah diutus-Nya ke duni
Hal yang kedua yang perlu disimak adalah kata ‘allah’ dengan huruf kecil, apa maksudnya..?? apakah para penterjemah Alkitab mau menunjukkan bahwa kata ‘kamu adalah allah’ adalah kata biasa dan bukan mau menunjukkan sesuatu yang istimewa, dan ‘allah’ disini bukanlah berarti Tuhan. Kalau itu yang dimaksud, maka bantahan Yesus tersebut tidak nyambung dengan apa yang dipermasalahkan kaum Yahudi. Buat apa Yesus membantah dengan kalimat yang ada dalam Taurat dan tidak mengindikasikan sebutan Tuhan kepada manusia..?? Justru bantahan Yesus itu menjadi tepat kalau kata ‘allah’ yang dimaksud berarti Tuhan, mungkin dalam konteks ini artinya ‘orang yang dekat dengan Tuhan’, maka itu baru nyambung, kata Yesus ‘aku dan Bapa adalah satu’ sama saja artinya dengan firman Tuhan yang menyatakan ‘kamu adalah Allah’, tentu disinipun kembali harus kita telusuri apa benar kata-kata Yesus persis seperti itu mengingat Alkitab ditulis bukan dalam bahasa ucapan yang dipakai Yesus Kristus.
Perihal penyatuan antara manusia dengan Tuhan tersebut kembali dijelaskan oleh Yesus dana ayat berikutnya namun Yahudi kembali salah terima :
10:38 tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.”
10:39 Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka.
10:40 Kemudian Yesus pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ.
Yesus kembali menyatakan kepada Yahudi yang tetap tidak mau mempercayainya, bahwa dia adalah utusan Tuhan, Mesias yang telah dinubuatkan, bahwa dia mengatakan, sekalipun Yahudi tetap tidak mau percaya kepada Yesus, maka percayakan pada pekerjaan dan tindakannya yang penuh mukjizat, sebagai bukti bahwa Yesus melakukannya atas kekuasaan Bapa, bukan Yesus yang mempunyai kekuatan tersebut melainkan Bapa yang bekerja melalui dirinya. Kata ‘Bapa dalam aku dan aku dalam Bapa’ sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam implementasi suatu ajaran agama. Sebelumnya Yesus sudah menyatakan dalam Taurat ada kata ‘kamu adalah allah’. Itu dinamakan kata yang berbau ‘sufistik’. Dalam ajaran Islam ada hadist nabi :” “Senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadat sehingga Aku cinta kepadanya. Orang yang Ku-cintai, Aku menjadi pendengaran, penglihatan dan tangannya.”
Lebih jauh dengan aliran sufi ini bisa dibaca :
http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/TasawufHN1.html
Sebenarnya kita sangat akrab dengan hadist ini, karena Dhani Ahmad menjadikannya sebagai syair dari lagu group Dewa:
Satu – Dewa
aku ini adalah dirimu
cinta ini adalah cintamu
aku ini adalah dirimu
jiwa ini adalah jiwamu
rindu ini adalah rindumu
darah ini adalah darahmu
reff: tak ada yang lain selain dirimu
yang selalu ku puja
ku sebut namamu di setiap hembusan nafasku
ku sebut namamu, ku sebut namamu
dengan tanganmu aku menyentuh
dengan kakimu aku berjalan
dengan matamu aku memandang
dengan telingamu aku mendengar
dengan lidahmu aku bicara
dengan hatimu aku merasa
Kalau Yesus mengatakan ‘aku dan Bapa adalah satu’ sebenarnya bukan berarti beliau mau menyatakan bahwa dia adalah Tuhan.
Nampaknya, anda memberikan komen-komen yang tidak berkaitan dengan post ini. Anda off topic.
Anda juga sekadar meng-copy-paste bulat-bulat penulisan anda dari sumber lain tanpa menyatakan sumber tersebut. Setidak-tidaknya, sertakanlah sumber anda.
Memandangkan tulisan anda ini off topic, saya akan memberikan respon di dalam post baru yang khusus, bukan pada post ini.
Saya telah memberikan respon di sini. Jika anda masih berminat memperkatakan hal ini, apa kata anda tinggalkan komen anda pada post tersebut.